Hak
dan Kekayaan Intelektual
Kekayaan
Intelektual atau Hak dan Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah
padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau
Geistinges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah ini mulai digunakan
pertama kali pada tahun 1790.
Ketika
menulis buku tentang Hak Milik Immateril Prof. Mahadi mengatakan, tidak
diperoleh keterangan jelas tentang asal usul kata “hak milik intelektual yang
digunakan dalam kalimat tersebut tidak diketahui ujung pangkalnya.
Namun
demikian dalam keputusan hukum Anglo Soxon ada dikenal sebutan Intellectual Property Rights. Kata ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Hak Milik
Intelektual” yang sebenarnya menurut hemat penulis lebih tepat kalau
diterjemahkan menjadi hak kekayaan intelektual. Alasanya adalah kata “hak
milik” sebenarnya sudah merupakan istilah baku dalam kepustkaan hukum. Padahal
tidak semua hak kekayaan intelektual itu merupakan hak milik dalam arti yang
sesungguhnya. Bisa merupakan hak untuk memperbanyak saja, atau untuk
menggunakannya dalam produk tertentu.
Jika ditelusuri lebih jauh, hak milik intelektual
sebenarnya merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda
immateril). Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam
berbagai kategori. Salah satu diantara kategori itu, adalah pengelompokan benda
ke dalam klasifikasi benda berwujud dan tidak berwujud. Untuk hal ini dapatlah
dilihat batasan benda yang dikemukan oleh pasal 499 KUH Perdata, yang berbunyi :
menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang
dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Untuk pasal ini, kemudian
Prof.Mahadi menawarkan, seandainya dikehendaki rumusan lain dari pasal ini
dapat diturunkan kalimat sebagai berikut : yang dapat menjadi obyek hak milik
adalah benda itu terdiri dari barang dan hak.
Selanjutnya sebagaimana diterangkan oleh Prof. Mahadi
barang yang dimaksudkan oleh pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda
materil, sedangkan hak adalah benda immateril. Ini sejalan dengan klasifikasi
benda menurut pasal 503 KUH Perdata, yaitu penggolongan benda ke dalam benda
berwujud dan tidak berwujud. Benda immateril yang berupa hak itu dapatlah kita
contohkan seperti hak tagih, hak atas bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan,
hak guna usaha, hak atas bena berupa jaminan, hak kekayaan intelektual dan lain
sebagainya. Selanjutnya mengenai hal ini, sebagaimana dikutip oleh Prof.
Mahadai mengatakan, serupa dengan hak tagih, hak immateril itu tidak mempunyai
benda sebagai obyek-nya. Hak milik immateril termasuk ke dalam hak-hak yang
disebut pasal KUH Perdata. Oleh karena itu hak milik immateril itu sneidri
dapat menjadi obyek dari suatu hak benda. Selanjutnya di katakannya pula bahwa,
hak benda adalah hak absolut atas sesuatu benda tetapi ada hak absolut yang
objeknya bukan benda. Itulah yang disebut dengan nama hak kekayaan intelektual.
Kata “hak milik” atau property yang digunakan dalam istilah
tersebut di atas, sungguh menyesatkan kata, kata Mrs, Noor Mout – Bouwman. Oleh
karena itu kata harta benda mengisyaratkan adanya suatu benda nyata. Padahal
hak kekayaan intelektual itu tidak ada sama sekali menampilkan benda nyata, ia
bukannlah benda materil, ia merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran
manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik materil maupun
immaterial. Bukan bentuk penjelmaanya yang dilindungi akan tetapi daya cipta
itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bentuk karya seni, industri
dan ilmu pengetahuan atau dalam bentuk ketiga paduan tersebut.
Keterangan Bouwman ini sedikit dapat memberikan kejelasan
terhadap usaha pencarian Prof. Mahadi yang dikemukakan pada awal penjelasan
diatas mengenai asal usul kata “intelektual”.
Mungkin karena adannya unsur daya cipta yang dikembangkan
dari kemampuan berpikir manusia, untuk melahirkan sebuah karya, hingga kata
“intelektual” itu harus diletakkan pada setiap temuan yang berasal dari
kreativitas berpikir manusia tersebut.
Konsekuensi lebih lanjut dari batasan hak kekayaan
intelektuak ini adalah, terpisahnya antara hak kekayaan intelektual itu dengan
hasil materil yang menjadi bentuk jelmaanya. Yang disebut terakhir ini adalah
benda berwujud atau benda materil. Suatu contoh dapat dikemukakan misalnya hak
cipta dalam ilmu pegetahuan berupa hak kekayaan intelektual, dan hasil materil
dalam bentuk jelmaannya yaitu berupa sebuah buku, begitupun dalam bidang hak
paten dan hak hasil materi yang bentuk jelamaannya berupa minyak pelumas,
misalnya. Jaid yang dilindungi dalam kerangka hak kekayaan intelektual adalah
haknya, bukan jelmaan dari hak tersebut. Jelmaan dari hak tersebut dilindungi
oleh hukum benda dalam kategori benda materil.
Pengelompokan hak kekayaan intelektual dapat dikategorikan
dalam kelompok sebagai berikut :
1.
Hak Cipta ( Copy Rights )
Hak cipta sebenarnya
dapat diklarifikasikan lagi kedalam 2 bagian, yaitu :
·
Hak Cipta dan
·
Hak yang berpadu-padan dengan hak cipta ( neighbouring rights )
2.
Hak Kekayaan Perindustrian ( Industrial Property Rights )
Istilah untuk kata neighbouring rights, belum ada terjemahan yang tepat dalam bahasa
hukum Indonesia. Ada yang menterjemahkan dengan istilah hak bertetangga dengan
hak cipta, adapula yang menterjemahkannya dengan istilah hak yang berkaitan
atau hubungan dengan hak cipta.
Selanjutnya
hak kekayaan perindustrian dapat dibagi
lagi menjadi :
1.
Patent
(Paten)
2.
Utility
Models (Model dan Rancangan Bangunan)
3.
Industrial
Design (Desain Industrial)
4.
Trade
Merk
(Merek Dagang)
5.
Trade
Names (Nama Niaga atau Nama Dagang)
6.
Indication
of Source or Appelation of Origin (Sumber Data atau
Sebuah Asal).
Berdasarkan kerangka
WTO/TRIP’s ada 2 bidang lagi yang perlu ditambahkan yakni :
1.
Perlindungan varietes Baru Tanaman, dan
2.
Integrated
Circuits (Sirkuit Terpadu)
Prinsip-prinsip Hak Kekayaan
Intelektual
Prinsip-prinsip Hak
atas Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut :
1.
Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi,
hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang
memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan memberikan keuntungan kepada
pemilik hak cipta.
2.
Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan
merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, serta dan seni guna meningkatkan
taraf kehidupan serta akan memberikan keutungan bagi masyarakat, bangsa dan
Negara.
3.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan
merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan
intelektual, sehingga memiliki hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
4.
Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur
kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan
oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan
beradasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat /
lingkungan.
Dasar Hukum Hak
Kekayaan Intelektual di Indonesia
·
Undang-undang Nomor 7/1994 tentang
Pengesahaan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
·
Undang-undang Nomor 10/1995 tentang
Kepabeanan
·
Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak
Cipta
·
Undang-undang Nomor 14/1997 tentang
Merek
·
Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak
Paten
·
Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang
Pengesahaan Paris Convention for Protection of Industrial Property dan
Convention Establishing the World Intellectual Organization
·
Keputusan Presiden RI No. 17/1997
tentang Pengesahaan Trademark Law Treaty
·
Keputusan Presiden RI No. 18/1997
tentang Pengesahaan Berne Convention for the
Protection of Literary Aristic Works
·
Keputusan Presiden RI No. 19/1997
tentang Pengesahaan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan
peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual dapat
dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas
pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh
dengan mendaftarkanya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas
dari Direktorat Jendral Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan
Perundang-undangan Republik Indonesia.
Daftar Pustaka
Saidin, 1995. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Medan
: Rajawali Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar